Di penghujung tahun Masehi ini,
pasti umat Nasrani di seluruh muka bumi merayakan hari besar keagamaan mereka,
yaitu Natal atau Christmas. Bagi mereka, Natal adalah hari peringatan kelahiran
Tuhan-nya. Saya tidak mengerti prinsip dasar Tuhan bagi mereka, karena agama
Islam yang saya anut mempercayai bahwa Tuhan itu tidak beranak dan tidak
diperanakkan. Stop. Saya tidak ingin membahas masalah ini lebih panajng dan
dalam karena memang saya tidak ahlinya. Daripada saya salah dan makin tidak
menentu, maka lebih baik saya tidak membahas masalah keTuhanan ini.
Ketika Natal tiba, seluruh umat
Nasrani di muka bumi ini pasti menyambutnya dengan sukacita. Yang menghias
pohon natal, yang tukar kado, yang Christmas dinner, yang macam-macam sesuai
dnegan tradisi keluarga mereka. Yaaa, nggak jauh beda dengan perayaan Idul
Fitri umat Islam. Yang ketupat, yang opor, yang sungkem, dan yang lain-lain
sesuai dnegan tradisi keluarga. Semuanya sah-sah saja lah, secara menyambut suka
cita gitu lho. Nggak jarang juga kan, pas momen suka cita itu, kerabat kita pun
ingin bebagi kebahagiaan atau membuat bahagia yang sedang bersuka cita.
Misalnya, kolega bisnis kirim kue Lebaran, parcel, karangan bunga, atau bahkan
kunjungan ke rumah. Intinya sih Cuma satu, yaitu ingin membuat orang lain
bahagia, ingin menunjukkan kalo dirinya menghargai orang lain yang bersuka
cita.
Nah, sekarang permasalahannya
ketika yang memberikan suka cita itu berbeda agama dari yang merayakan suka
cita. Bermasalah kah?
Sepanjang yang saya tau, kalo
bagi umat Nasrani mungkin tidak ada larangan bagi mereka untuk mengucapkan
Selamat Idul Fitri atau Selamat Waisyak atau Selamat Galungan atau mungkin Gong
Xi Fa Cai kepada rekannya. Nah, yang lagi rame itu justru yang umat Islam :
boleh nggak sih ngucapin Selamat Natal, Selamat Waisyak, Selamat Galungan, Gong
Xi Fa Cai kepada rekan dan kerabat? Hal ini sempet jadi rame banget di twitter
lho. Saya sendiri pun, ditegur sama teman saya, katanya “Nggak boleh ucap Natal
lho...” Memang sih, saya sempet posting “Merry Christmas buat yang merayakannya
... ... ...” Bagi saya, mengucapkan selamat hari raya bagi agama yang bukan
Islam, adalah hal yang wajar. Dilandasi niat menghormati dan menghargai orang
lain, tidak ada salahnya mengucapkan selamat Natal atau perayaan besar agama
lainnya. Secara saya juga nggak ikut misa Natal gitu lho!
Wishing a Merry Christmas at FB to those who celebrate |
Okey, lanjut ya cerita sama temen
saya.
Temen saya ini bilang, katanya
ada adabnya orang Islam itu ucap Natal nggak boleh. Coba buka link-nya disini.
Haram katanya ucapkan Natal. Yah, tak pelak bbm-an ini menjadi perdebatan seru
antara saya dan teman saya ini. Dia mempertahankan prinsipnya yang tidak boleh
ucapkan Natal dan saya pun mempertahankan prinsip saya yang memberi ucapan
Natal itu sah-sah saja selagi tidak ikut ritualnya.
Begini ya, inilah cerita dibalik
kenapa saya tidak setuju dengan “haram mengucapkan selamat Natal”...
Pertama, tidak ada
dalil di dalam Al-Quran yang mengharamkan kalo mengucap selamat Natal itu
haram.
Berbeda dengan larangan makan
babi, makan bangkai, makan darah yang memang tercantum di dalam Al-Quran ya
book! Cekidot di QS Al-Maidah ayat 3:
"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging
hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul,
yang jatuh, yang ditanduk, yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat
kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan
(diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak
panah itu) adalah kefasikan..."
Beda juga sama minum khamar, atau
arak, atau alkohol yang memang jelas nggak boleh. Ceki-ceki di marih nih, QS
Al-Maidah ayat 90-91:
"90. Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah [434], adalah
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan. 91. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak
menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar
dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka
berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)"
Itu hanya beberapa kasus yang
tertera haram di Al-Quran ya, yang saya tulis. Masih ada beberapa hal lain yang
ada, cuma saya nggak tulis disini. Maaf, saya kurang rajin. Tapi sih ya saya sendiri
kok yakin, kalo di Al-Quran nggak ada tuh dalilnya yang bilang kalo ucapkan
Natal itu haram (kalo ijma' memang ada saya baca. Tapi kan ijma' itu pendapat ulama. Nah ulama yang bagaimana?) Jadi, buat yang bisa nunjukin dalil di dalam Al-Quran kalo haram
hukumnya ngucapin selamat Natal, sini bawa ke saya yah... Saya baru yakin kalo
memang haram kalo udah dalilnya. Kalo emang ucapin Selamat Natal haram, berarti
ucapin selamat hari raya yang lainnya haram juga donk?
Mungkin ada yang bilang, dasar
nggak boleh mengucap Selamat Natal itu bersumber dari ayat ini, QS Az-Zumar ayat 7:
"Jika kamu kafir Maka Sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu
dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur,
niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu"
Dari kata-kata Allah diatas pun,
tidak ada kata haram terhadap mengucapkan Selamat Natal. Okey, memang ayat
tersebut menjelaskan, kalo kita kafir Allah nggak perlu kita. Tapi ya emangnya
ngucapin Selamat Natal itu langsung menjadikan kita murtad? Menjadikan kita
kafir? Menjadikan kita pindah dari agama Islam? Nggak kan? Sama sekali di benak
saya, tidak terlintas saya menduakan Tuhan saya, yaitu Allah, SWT. Apa dengan
memberikan ucapan selamat merayakan hari agama besar kepada orang lain yang
berbeda agama itu langsung kita masuk neraka?
Kedua, Lakum dinukum waliyadin. Bagimu Agamamu
– Bagiku Agamaku. Jelas kan, agama kita
ya agama kita (disini ya agama saya Islam) dan agama yang lain ya urusan yang
lain, bukan urusan saya. Jadi, saya nggak mau ikut campur agama selain Islam (baca: ritual).
Itu sama sekali bukan urusan saya. Ketika mereka merayakan hari besar mereka, dan
saya mengucapkan selamat merayakan, itu hanya berdasarkan menghargai mereka.
Inget, kita hidup didunia ini harus bersosialisasi. Kita punya tetangga,
tetangga kita ada yang beda agama sama kita. So, please appreciate them.
Kenapa? Karena kita nggak tau apa yang akan terjadi di kemudian hari. Kali-kali
aja ada saatnya kita butuh bantuan mereka. Tetangga itu orang yang paling deket
untuk dimintain tolong, lho! Secara kadang sodara kita tinggalnya jauh-jauh. In case of emergency, cuma ada tetangga, mau minta tolong ama siapa lagi?
Ketiga, Hablum Minallah and Hablum Minannas – Hubungan
dengan Allah dan hubungan dengan manusia. Udah jelas yah, bahwa kita hidup itu
harus berhubungan dengan Allah sebagai pencipta dan penguasa kita. Itu mah udah
mutlak nggak bisa diganggu gugat! Pastinya kita sebagai mahluk ciptaan Allah,
harus mengabdikan diri kepadaNya. Menjalankan perintah-perintahNya dan menjauhi
segala apa yang dilarangNya. Nah, secara kita juga tinggal di muka bumi dan
muka bumi ini terdiri dari berbagai macam jenis orang dan agama, suku, tradisi,
bahasa pun berbeda, maka kita nggak usah heran, kalo hidup menghormati
perbedaan itu adalah hal yang wajar. Iya donk, kita nggak boleh egois kan?
Masa’ mau hidup sendirian aja? Manusia itu mahluk sosial, mahluk yang
membutuhkan mahluk-mahluk lainnya. Nggak ada manusia yang bisa berdiri sendiri.
Iris kuping saya kalo ada manusia yang nggak butuh bantuan orang lain! Makanya,
baek-baek deh sama tetangga, sama sodara, sama siapapun itu, soalnya ya itu
tadi, kita nggak mungkin hidup sendiri!
Dari dasar yang saya tulis di
atas, makanya saya itu nggak setuju sama pendapat yang mengatakan “Mengucapkan
Natal itu haram”.
Nih, lebih lanjut di bawah ini,
saya uraikan kenapa saya nggak setuju. Kalo uraian di bawah ini sih lebih
banyak kepada logika saya yang berbicara...
Satu.
Keluarga besar saya berlatar
belakang dari multireligi dan multietnis. Kakek buyut dari ibu saya berasal
dari negeri China dan beliau memang muallaf. Kerena kami keluarga keturunan,
nggak sedikit keluarga kami yang masih beragama Konghucu (merayakan Imlek). Keluarga besar ayah saya, berasal dari suatu
kota di Jawa Tengah, Muntilan, yang tidak sedikit warganya beragama Katolik.
Keluarga bapak pun ada beberapa yang beragama Katolik. Rumah asli kakek saya
berada di lingkungan Katolik (dekat dengan gereja, kuburan Kerkovv, sekolah
Panguldi Luhur VanLith). Nah, kalo begini kondisinya, apa saya tetap harus bertahan nggak ngucapin Selamat Hari Besar agama lain, sekedar untuk menghormatinya?
Kerukunan hidup beragama di
kampung ayah saya, sangat terasa nikmat. Betapa tidak? Pernah membayangkan
tidak, ketika ada peresmian mesjid di kampung ini, umat yang beragama Katolik
turut membantu melancarkan acaranya. Ya, memang tidak yang masuk ke ranah
ritual peresmian mesjid seperti pembacaan surat di Al-Quran atau sholat fardhu berjamaah. Tapi mereka lebih membantu kepada acara teknis-nya.
Seperti membantu pemasangan tenda, membantu jadi juru parkir (karena tamu yang datang cukup banyak), membantu membuat
kue (bahkan ada yang nyumbang kue), dan lain sebagainya. Masa’ ya iya
sih, mereka yang sudah membantu kita trus kita nggak mau berbaik sama mereka
karena agamanya berbeda dari kita? Masa’ sih, pas lebaran Idul Fitri kita
disamperin, kita diselamatin, tapi pas mereka Natal, kita nggak mau berkunjung
ke rumah mereka dan sekedar memberikan selamat. Walau bagaimana pun, saya dan
mereka kan bersaudara. Kami satu buyut! Kami satu asal muasal! Kalo nggak ada
timbal balik, saya bisa dibilang egois donk? Tidak menghormati mereka. Bisa-bisa saya kehilangan sodara-sodara! Bukannya menjalin silaturahmi itu baik? Coba aja
kalo yang ngomong haram itu ada di posisi saya?
Dua.
Saya menghabiskan masa kecil saya
di negeri orang yang agamanya pun tidak 90% Islam. Saya tinggal di apartment
yang di lantai itu tidak ada yang beragama Islam. Tetangga depan saya beragama
Kristen, tetangga samping-samping, agamanya Budha. Kalo kami merayakan lebaran,
mereka pasti pada datang ke rumah kami untuk menyampaikan Selamat Idul Fitri
dan tidak jarang juga mereka memberikan kue untuk kami. Entah karena memang mau
mengucapkan Selamat Idul Fitri, atau karena ingin mencicipi ketupat bikinan ibu
saya yang enak, saya nggak tau yah, hahahaaa... Tapi yang jelas, memang mereka pasti datang
saat kita berlebaran untuk sekedar menyalami kami. Walaupun sehari-hari jarang ketemu, tapi ya kalo ada hari
besar, suka pada ngunjungin lho... Nah kalo udah pada baik sama kita, masa’
kita nggak baik sama mereka? Masa’ sih ketika mereka Imlek atau Christmas, kita
nggak kunjungan balik ke mereka karena ada pendapat haram?
Ketika kecil di negara orang ini pun, saya sempat mengikuti kursus musik di sekolah musik ternama dengan standard lagu-lagu internasional. Lagu-lagu yang diajarkan kebanyakan lagu gereja. Jujur, saya tidak mengetahui lagu tersebut adalah lagu-lagu gereja. Yang ada di dalam pikiran saya hanya bagaimana agar lagu-lagu tersebut dapat saya mainkan di alat musik yang saya pelajari. Bagaimana saya bisa lulus ujian dengan memainkan lagu tersebut. Kalo ucapkan Selamat Natal aja dosa, apalagi nyanyiin lagu Natal donk, ya? Hihihi... Allah, saya berlumur dosa!
Tiga.
Ini yang bikin saya ketawa atas
pendapat “Mengucapkan Selamat Natal itu haram”. Katanya haram buat ngucapin
Selamat Natal, tapi nyatanya:
- Ikutan libur pas tanggal 25 Desember. Hahaaa, katanya haram, tapi ikutan libur mah iya! Kalo nggak menghormati yang Natal, ya jangan libur donk. Masuk aja harusnya yah?
- Kerja di perusahaan dimana boss-nya beragama Nasrani. Tapi tiap bulan gajian ya diambil juga! Nah, coba ini gimana? Boss-nya bukan muslim, boss-nya tidak percaya kepada Allah, SWT. Boss-nya tidak seiman dengan kita. Dan kita kerja sama boss kita. Kita digaji sama boss kita. Toh diterima juga kan?
- Ikutan pake kalender Masehi. Masehi kan kalender umat Nasrani. Kok diikutin sih? Kan haram? Nah, ini saya nggak tau degh, harus jelasin gimana lagi.
- Pake baju/tas/sepatu brand luar negeri, which is yang buat orang Nasrani. Kok masih dipake sih? Kan Nasrani? Kok diikutin?
- Pake mobil keluaran Eropa/Jepang/China, which is bukan orang Muslim yang membuat. Kok nggak haram?
- Kok yang haram Natal doang? Imlek,Waisyak, Galungan haram nggak? Mana pendapatnya? Yang adil lah yawh...
Masih banyak hal-hal lain yang
lucu yang bisa bikin saya bertanya, “katanya haram, tapi diikutin juga... Konsisten degh ya...”
So, pemirsaaah, ini memang
masalah yang sangat sensitif. Saya sih sangat berharap kalo statement haram itu
nggak sembarangan bisa dikeluarkan. Berhati-hatilah dalam mengucap kata haram.
Nggak semudah itu lho, memvonis haram. Saya emang nggak jago-jago banget dalam
urusan beragama, tapi setidaknya saya punya pandangan yang berbeda terhadap
haram mengucakan Selamat Natal. Toh saya mengucapkan itu hanya untuk menghargai
kerabat yang sedang merayakannya, tidak untuk mengikuti ajaran agamanya ataupun
ritualnya. Jauh panggang dari api deh! So, saya menghormati pemeluk agama lain
yang juga menghormati agama saya daripada ada orang yang tidak menghargai
agamanya sendiri. Percayalah, kalo kita mau dihormati orang lain, maka kita harus menghormati orang lain.
Coba buka link ini. Kalo nggak salah yang saya baca, disitu Fatwa MUI berbicara memang haram hukumnya untuk mengikuti upacara Natal bersama. Ya iyalah, secara itu kan sudah masuk ke acara ritual gitu loh. Saya juga setuju kalo itu. Tidak diragukan lagi. Tapi kalo sekedar mengucapkan selamat hari raya Natal apakah haram?
Allah Maha Tahu. Maha Adil. Maha Segala-galanya. Mudah-mudah apa yang saya curahkan di sini tidak membuat saya menjadi kafir. Karena yang berhak menentukan kafir atau tidak, hanya Allah. Karena yang berhak menentukan dosa atau tidak, hanya Allah. Karena yang berhak menentukan masuk syurga atau neraka hanya Allah. Dan karena di hati saya hanya ada Allah, SWT.
Saya padaNya... |
Lebih dan kurang saya mohon maaf. Jika ada yang tidak berkenan pun, saya mohon maaf. Saya hanya manusia biasa yang jauh dari kesempurnaan. Di kesempatan kali ini, saya hanya mencurahkan apa yang ada di benak saya....
"asyhadu an-laa ilaaha illallaah wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah"
dan
saya bersaksi bahwa Muhammad saw adalah utusan Allah
Sumber diambil dari mana-mana...
No comments:
Post a Comment