Aseli deh, selama hidup saya, baru kali ini liat langsung (pake mata kepala sendiri) proses penertiban pedagang dan kios yang berada di tanah yang bukan milik mereka. Serem juga ya ternyata. Nggak sesantai dan semudah seperti yang biasa saya tonton di televisi-televisi itu. Kejadian di lapangan bener-bener mencekam juga ternyata. Walaupun saya bukan petugas yang terkait atau bukan juga pihak pedagang yang ditertibkan, tapi rasa deg-degan itu muncul banget. Apalagi begitu ngeliat banyak pasukan dan banyak orang, duh... kok kaya' mau rusuh ya?
Jadi tuh ya, awal ceritanya begini...
Dapet tugas dari kantor untuk visit ke salah satu Stasiun untuk checklist fasilitas stasiun yang sudah rusak untuk diperbaharui. Yups, saat ini emang PT KAI lagi melakukan perbaikan fasilitas-fasilitas stasiun. Yah, namanya juga usaha untuk memuaskan pengguna. Nah, jadwal hari Senin kemaren tanggal 10 Des itu ya visit ke Stasiun Depok Baru. Cuss berangkat ke St. Depok Baru setelah meeting internal di kantor, sekitar pukul 10.00. Pake KRL pastinya, karena lebih cepet (waktunya) dan lebih murah (ongkos transportnya). Tiba di St. Depok Baru ini, sekitar 45 menit dari St. Juanda.
Aseli banget, kita pada nggak (dikasih) tau kalo ternyata St. Depok Baru itu lagi ada penertiban pedagang. Huhuuu, kalo tau lagi ada penertiban, mendingan reschedule visit kali. Tuker tempat lain yang lagi damai. Pas sampe di Depok Baru, kondisi di dalam peron kondusif banget. Emang sih ada, lagi ada beberapa petugas PT KAI dari Daop I yang sedang berjaga-jaga di seputaran peron. Beberapa diantara petugas (pake masker) sedang melakukan pembongkaran kios-kios yang berada di peron. Tapi beneran, nggak ada sama sekali gelagat ribut atau ricuh. Pokoknya normal banget. Kurang lebih 20 kios permanen dan 30 kios semi permanen dibongkar di dalam peron ini.
Petugas KAI di depan kios yang dibongkar (dalam peron) |
Lanjut sesuai dengan tujuan visit ke Stasiun, adalah melakukan checklist donk ya, apa-apa aja yang harus dilakukan perbaikan. Satu persatu dicatat, difoto, diinget-inget. Lumayan banyak kerjaannya ternyata. Yah, everybody knows gimana kondisi fasilitas di (hampir) keseluruhan stasiun kan? Kalo boleh dibilang perlu renov total, ya renov total kali ya... hihihi. Ssst, nggak boleh banyak komentar di marih. Takut dipentung sama yang ngasih gaji bulanan. Jadi, tugasnya ya cukup melaporkan dan berbagi kondisi saja di blog ini.
Setelah kira-kira satu jam melakukan checklist apa-apa aja yang mau dibenerin di dalam peron, akhirnya kita keluar peron. Kaget juga sih, secara di luar peron itu udah banyak orang dan pastinya nggak ketinggalan petugas. Mulai yang dari polisi pamong praja, marinir, dan polisi. Jumlahnya ada kali sekitar 80 orang. Pas saya keluar peron itu, rata-rata petugas yang lagi jaga-jaga di stasiun lagi menyantab makan siang di box gitu. Hahah, jadi inget temen yang (juga) petugas pernah cerita kalo melakukan pengamanan itu enaknya emang jangan dikasih makan dulu. biar bringas. Hahaha... dasar!
Checklist areal luar peron mulai dilakukan. Pelan-pelan kita keliling areal stasiun, liat-liat sana sini apa yang perlu dibenerin. Banyak juga sih, sebanyak checklist di dalam peron. Tapi ya, ternyata pemandangan di areal luar peron itu lebih berasa penertibannya ya, dibanding yang didalam peron tadi. Pemandangan yang saya dapat adalah beberapa orang sedang berbicara dengan aparat berwajib. Jelas banget itu perbincangan antara perwakilan pedagang dengan pak polisi. Tapi lucunya sih, itu yang perwakilan pedagang, dandannya kaya' mafia-mafia gitu loh. Yang badan besar, rambut gondrong dikuncir belakang (ya iyalah masa kuncir 2 kepang pulak?!), pake topi ala Jason Mraz, kaca mata hitam, jaket kulit (malah ada juga yang pake model jasket gitu). Hiiih... menyeramkan lah pokoknya.
Negosiasi antara petugas dan perwakilan pedagang |
Nah, nggak lama beberapa saat dari situ, mulai deh ada teriakan-teriakan dari beberapa pedagang. Seketika donk, para aparat kepolisian yang bertugas langsung susun barisan, merapat dan berbaris membentuk pagar besi eh.. pagar betis. Huaaah, filmnya dimulai nih. Sementara kan ya, itu alat berat eskavator (alias backhoe) mulai disiapkan. Mesin eskavator mulai nyala. Aseli serem banget (lebay gak sih, secara nggak pernah denger mesin itu nyala meraung-raung gitu). Semenjak mesin backhoe nyala, pedagang makin histeris. Ternyata ada 2 kiosk yang belum mengosongkan kiosnya. Waduh... Tapi sih akhirnya mesih backhoe dimatiin lagi. Petugas (polisi dan pamong praja) gotong royong estafet ngebantu ngangkutin barang-barang si ibu pedagang itu. Barang-barang dagangannya di taro di depan stasiun. Si ibu pemilik kios sedih banget keliatan dari mukanya. Yah, mau gimana lagi ya bu ya? Saya juga nggak bisa bantu gitu. Paling ya bisanya bantu doa aja bu, semoga ibu diberikan rejeki dari tempat yang lain.
Selesai si ibu ngebersihin kiosnya yang dibantu sama petugas, si masinis backhoe mulai lah menghancurkan kios-kios yang ada tepat di depan stasiun Depok Baru. Pas pertama bangunan yang dihancurkan sama backhoe, teriakan pedagang sangat terdengar. Tapi backhoe ya tetap menghancurkan kios itu. Debunya yah ampuuun, banyak banget. Udah kaya' hujan abu gunung berapi (lebay part II kan nih). Lucunya sih emang orang-orang ya tetep nggak bergeming walau hujan abu gitu. Hmmm, sementara saya sendiri memilih untuk menyingkir ke bagian agak dalam stasiun.
Kira-kira setelah penghancuran kios berjalan selama 15 menit, ada seseorang dari barisan pedagang yang diamankan sama petugas. Nggak jelas juga kenapa penyebabnya itu orang ditangkap. Desas-desus sih katanya doi lempar batu ke arah petugas, mungkin dianggap provokator kericuhan, makanya diamankan petugas. Makin lah memanas situasi setelah ada yang ketangkap itu. Beberapa orang awam yang melihatnya berkomentar kalau si petugas yang menagkap orang tadi dianggap tidak punya otak, karena membela orang kecil malah disalahkan. Hihihi, pengen komentarin balik sih, tapi pastinya nggak guna juga gitu. Malah jadi pepesan kosong belaka juga. So just forget it ajah...
Sekitar 30 menit berjalan proses penertiban kios, hujan mulai turun. Gerimis yang tidak sekedar gerimis (ini apa sih maksudnya...?), cukup membuat pedagang perlahan membubarkan dirinya. Males juga kali ya, ujan-ujanan sama pak petugas gitu. Mending juga nyelamatkan barang dagangan. Akhirnya sih, mesin backhoe dan operatornya melanjutkan pembersihan kios. Nggak berasa, kios-kios itu sudah tinggal menjadi kenangan sekarang. Sudah nggak berbentuk lagi kiosnya. Yang ada hanya puing reruntuhan kiosk.
Setelah 30 menit dari awal huru-hara penertiban itu, saya dan team beranjak dari Stasiun Depok Baru untuk kembali ke kantor di Jakarta. Pulang ke Jakarta dengan hati yang cukup haru karena mendapat pengalaman perdana melihat langsung proses penertiban kios. Rasanya antara sedih (terhadap pedagang) tapi juga membenarkan tindakan (aparat untuk menertibkan) itu. Secara emang pastinya udah disosialisasikan lah kalau kios mau ditertibkan. Kan nggak mungkin juga petugas main hajar bleh aja kan? Dengar punya berita sih, katanya udah dikasih waktu selama setahun untuk pedagang membersihkan kiosnya, gegara itu lahan mau dipake untuk dijadikan fasilitas parkir mobil dan motor pengguna KRL.
Sempet ngobrol juga sih, sama petugas PemKot (atau PemDa ya?) Depok, namanya pak Ali, yang menurut penjelasannya, sudah disosialisasi beberapa kali sebelumnya sebelum hari ini. PemKot sendiri hadir di Stasiun karena diminta oleh pihak Stasiun. "Ini sih wilayahnya PT KAI, mba, saya cuma memantau aja kegiatannya. Kalo kemaren yang penertiban di luar itu, nah itu baru bagian saya. Soalnya berada di wilayah bukan lahan KAI", begitu penjelasan dari Pak Ali yang mengira saya adalah anggota pers karena at the end, bilang, "Mba dari harian apa?". Hiihiii... *nyengir* Harian Bingung.
Okey, checklist kelar, nonton (halaaah..) gusuran pun kelar. Saatnya kembali ke kantor. Pulang pake KRL lagi lah yah, ke arah Juanda. Pas di jalan pulang ke Jakarta (kurang lebih 3 menit setelah KRL jalan), seketika terdengar bunyi suara KRL dilempar batu. Yak, ini pasti kerjaan orang nggak bertanggung jawab sama tangannya. Lempar batu bisanya... Payah, ngerusak fasilitas yang ada.
Pulang sampe Jakarta, bawa oleh-oleh cerita unik. Fasilitas yang buruk, penertiban pedagang, KRL ditimpuk batu.... Hedeuh....
Dagangan si Ibu yang dipindahin sama petugas |
Kira-kira setelah penghancuran kios berjalan selama 15 menit, ada seseorang dari barisan pedagang yang diamankan sama petugas. Nggak jelas juga kenapa penyebabnya itu orang ditangkap. Desas-desus sih katanya doi lempar batu ke arah petugas, mungkin dianggap provokator kericuhan, makanya diamankan petugas. Makin lah memanas situasi setelah ada yang ketangkap itu. Beberapa orang awam yang melihatnya berkomentar kalau si petugas yang menagkap orang tadi dianggap tidak punya otak, karena membela orang kecil malah disalahkan. Hihihi, pengen komentarin balik sih, tapi pastinya nggak guna juga gitu. Malah jadi pepesan kosong belaka juga. So just forget it ajah...
Sekitar 30 menit berjalan proses penertiban kios, hujan mulai turun. Gerimis yang tidak sekedar gerimis (ini apa sih maksudnya...?), cukup membuat pedagang perlahan membubarkan dirinya. Males juga kali ya, ujan-ujanan sama pak petugas gitu. Mending juga nyelamatkan barang dagangan. Akhirnya sih, mesin backhoe dan operatornya melanjutkan pembersihan kios. Nggak berasa, kios-kios itu sudah tinggal menjadi kenangan sekarang. Sudah nggak berbentuk lagi kiosnya. Yang ada hanya puing reruntuhan kiosk.
Kiosk depan Stasiun sudah rata dengan tanah |
Sempet ngobrol juga sih, sama petugas PemKot (atau PemDa ya?) Depok, namanya pak Ali, yang menurut penjelasannya, sudah disosialisasi beberapa kali sebelumnya sebelum hari ini. PemKot sendiri hadir di Stasiun karena diminta oleh pihak Stasiun. "Ini sih wilayahnya PT KAI, mba, saya cuma memantau aja kegiatannya. Kalo kemaren yang penertiban di luar itu, nah itu baru bagian saya. Soalnya berada di wilayah bukan lahan KAI", begitu penjelasan dari Pak Ali yang mengira saya adalah anggota pers karena at the end, bilang, "Mba dari harian apa?". Hiihiii... *nyengir* Harian Bingung.
Okey, checklist kelar, nonton (halaaah..) gusuran pun kelar. Saatnya kembali ke kantor. Pulang pake KRL lagi lah yah, ke arah Juanda. Pas di jalan pulang ke Jakarta (kurang lebih 3 menit setelah KRL jalan), seketika terdengar bunyi suara KRL dilempar batu. Yak, ini pasti kerjaan orang nggak bertanggung jawab sama tangannya. Lempar batu bisanya... Payah, ngerusak fasilitas yang ada.
Pulang sampe Jakarta, bawa oleh-oleh cerita unik. Fasilitas yang buruk, penertiban pedagang, KRL ditimpuk batu.... Hedeuh....
No comments:
Post a Comment