3.19.2012

KISAH ERWIN - Bagian 2


Kembali lanjut cerita tentang Erwin ya pemirsah. Setelah sekian lama break mengenai cerita mata Erwin, mari saya share kembali bagaimana perjalanan pengobatan mata Erwin.

Setelah pertemuan dengan Erwin bersama beberapa teman-teman SMP yang dilakukan langsung di rumah Erwin, saya meminta Erwin untuk kembali ke dokter untuk memeriksakan kondisi matanya, bagaimana tahap selanjutnya, apa yang harus dilakukan oleh Erwin. Tapi Erwin langsung bilang ke saya agar dirinya didampingi pada saat ketemu dokter mata tempat dirinya berkonsultasi. Rasanya Erwin kurang pede untuk bertemu dokter, soalnya banyak yang harus ditanyain ke dokter seperti permasalahan pembiayaan pengobatan dan operasi mata kiri yang bermasalah itu. Saya pun menawarkan kepada teman-teman di group Blackberry dan di Facebook. Hanya ada beberapa saja yang bersedia. Tak mengapa, mungkin sedang berhalangan. Sementara saya sudah saya niatkan untuk mendampingi Erwin. Bersyukur, suami saya pun bersedia mendampingi saya.


Sabtu, 04 Februari  2012...

Jam 09.00 pagi janjian sama Erwin dan Hadi di Klinik Mata Mayestik. Beruntung, saya sudah hafal dengan lokasi klinik tersebut. Jaman dahulu kala, ketika masih suka numpang bapak ibu jalan-jalan (selagi masih jadi anak bawang), daerah Mayestik sudah saya kenal, jadi nggak perlu cari-cari lagi degh. Saya dan pak suami telat sedikit tiba di klinik tersebut. Maklum, ibu-ibu kalo sudah pagi ya urusannya banyak. Hihihiii, belanja ke pasar, urus bocah, urus rumah, dan segambreng kegiatan lainnya #eh kok malah curhat. Setibanya disana diriku sudah disambut Hadi di depan klinik. Klinik tersebut pasti pada awalnya peruntukannya adalah rumah, kemudian dialihfungsikan untuk klinik. Terlihat sekali konstruksi rumah masih berasa di klinik tersebut. Szaaah, naluri anak kuliahan arsitektur masih berbicara.

Ketika saya masuk, Erwin sedang diperiksa oleh suster klinik. Memang begitu prosedurnya, sebelum diperiksa oleh dokter, harus diperiksa oleh suster. Ada seperti obat tetes mata yang harus diberikan ke pasien sebelum diperiksa oleh dokter. Mungkin biar steril kali yah, mata Erwin. Sempat ada kejadian konyol juga sih pas saya nyari-nyari Erwin. Secara Hadi menginformasikan kepada saya, bahwa Erwin sedang diperiksa. Lah, saya langsung ngacir nyari Erwin donk, biar ketemu sama pak dokter. Kan pengen tau juga, hasilnya bagaimana, kemudian kedepannya harus bagaimana? Bertanyalah saya kepada si suster di depan, “Sus, pasien Erwin Suryahadi ada di ruangan mana ya? Saya mau dampingin, sus.” Si suster langsung nunjukkin tempat Erwin berada dan saya pun langsung masuk. Begitu masuk ruangan itu, langsung saya ditegur sama suster yang ada disana, “Mau ngapain mba? Udah dipanggil belum? Tunggu aja di luar!” Hahahaaa, aseli degh tengsin banget sayah! Salah kamar, ya pemirsah. Walaupun Erwin sedang diperiksa di sana, tapi saya belum waktunya untuk mendampingi Erwin. Nanti pas diperiksa sama pak dokter, baru saya boleh dampingi. Tak apalah, buat pelajaran saja, besok-besok kalo mau tau tanya dulu detailnya ya, periksa apa. Jangan slonong boi aja yak! Hihihihi

Setelah Erwin diperiksa oleh para suster, akhirnya Erwin dan saya beserta Hadi dan pak suami saya duduk di ruang tunggu klinik. Cukup lama juga kami antri di klinik ini, kurang lebih selama 2 jam. Ngobrol sana sini sama Erwin, Hadi dan pak suami saya menjadi salah satu kegiatan saya menunggu. Ada tivi juga lhi di ruangan tunggu itu, tapi sepertinya lebih menarik untuk ngobrol. Sepertinya juga karena hari Sabtu, pengunjung klinik agak ramai, menurut Erwin kalau hari kerja tidak seramai itu. Tua dan muda ada di klinik ini. Nah, pas nunggu antrian ini, banyak yang saya perhatikan lho. Ada yang lucu, ada yang haru...

Coba lihat foto di bawah ini...

Nenek yang di kursi roda ini lho...
Ada seorang nenek yang duduk di kursi roda. Kalau dilihat dari penampilannya, mungkin usia sang nenek berkisar diantara 75-an, mungkin bisa juga lebih. Hal apa yang membikin saya menarik untuk mengabadikan nenek ini? Nenek ini mengingatkan pada eyang putri saya semasa hidupnya. Si nenek ini ternyata menyirih lho, beigtu juga dengan almarhumah eyang putri saya. Wah, di zaman yang sangat modern ini, si nenek masih melakukan ritual menyirih. Widiiih, salut sama si nenek ini. Hari gini, pasti yang jualan daun sirih, inang, nggak banyak lagi degh, tapi si nenek masih dapet aja stock nyirih ya? Dapet dari mana ya nek, stock-nya?


Majalah... majalah...
Nah, yang di atas ini tumpukan majalah yang habis saya baca semasa nungguin antriannya Erwin. Lumayan lah, walaupun majalah udah lama, tapi ada yang bisa dibaca.
Yak, ini yang konyol lagi. Liat kan, ada dua wanta muda yang duduk di dekat railing tangga itu? Si mba’ yang paling sebelah kanan itu lagi nahan sakit mata karena iritasi pemakaian soft lense. Antara mau ketawa sama sedih sih, abisnya konyol banget pake soft lense sampe iritasi gitu. That’s why diriku nggak pede pake soft lense. Ya gini ini, takut akibatnya. Selama 21 tahun saya pakai kacamata, hanya sekali saja saya paki soft lense, yaitu waktu hari pernikahan. Itu pun sudah di paksa sama ibu perias pengantin, katanya, “Ya masa’ udah dandan cakep-cakep masih pake kacamata?” Hmmm, baiklah bu, softlense lah saya. Nah, kalo si mba’ yang ini, entah apa ya, dia pake soft lense itu. Well, besok kalo pake soft lense, ati-ati ya mba’. Itu mata lho mba’, panca indera pertama kita. Bukan apa sih, kasiyan banget liat si mba’ ini, menahan sakitnya mata. Saking sakitnya sampe nggak bisa jalan. Saking sakitnya, si suster nyuruh untuk istirahat dulu aja. Nggak bisa diperiksa, soalnya itu urat syaraf lagi pada tegang semua kali ya? Hihihi...

Aduh mba, sakit yah? :(
Kira-kira pukul 11.30, akhirnya Erwin di panggil untuk masuk ke ruangan periksa dokter. Saya pun ikut mendampingi, beserta Hadi. Erwin duduk di kursi pemeriksaan mata. Sementara saya dan Hadi duduk di kursi yang berada di depan meja pak dokter. Lampu ruangan dimatikan lho, soalnya pak dokter meriksanya pakai lampu yang dipakaikan di kepalanya. Entah apa itu namanya. Setelah pak dokter periksa mata Erwin, kurang lebih 10menit, akhirnya lampu ruangan dinyalakan kembali. Pak dokter menjelaskan bahwa memang ada syaraf mata Erwin yang putus, sehingga penglihatan Erwin terganggu. Solusinya adalah ya operasi. 

Ruang Periksa yang sebelah kiri...

Erwin sempat ngomong, “Ya saya sih siap aja dok kalau memang harus operasi. Sekarang tergantung dananya. Soalnya saya nggak membiayai sendiri. Ini teman-teman saya yang bantuin dana operasi”. Pak dokter nggak hanya menanggapi, “Heran, biasanya kalau disuruh operasi pada nggak mau lho. Pada mundur. Ini semangat yah, mau operasi? Hebat”. Aiyh, jempol lah buat Erwin dan semangatnya. Kweceh ya Win!


Akhirnya saya pun turut menanyakan beberapa hal kepada pak dokter. Yang saya tanyakan pun adalah sebenarnya hal-hal yang sangat sederhana, tapi setidaknya saya perlu ketahui demi kesembuhan Erwin. Pak dokter menjelaskan beberapa hal yang saya tanyakan, diantaranya adalah (1) Operasi yang dilakukan adalah termasuk operasi besar, karena lokasi syaraf itu berada di belakang bola mata. Nah, kebayang kan, betapa sulitnya untuk melakukan operasi tersebut, (2) Resiko pasca operasi tetap ada, tapi kita sebagai manusia tetap berusaha yang terbaik, (3) Biaya yang diperlukan untuk operasi cukup besar, kurang lebih Rp 30juta, (4) Beberapa cara tehnik pengoperasian yang bisa dilakukan untuk kasus Erwin, akan dicarikan tehnik yang paling sesuai untuk Erwin, (5) Jangan lupa banyak berdoa kepada Allah.

Dan pada sampai titik permasalahan biaya ini lah, yang saya fokuskan bicara dengan pak dokter. Bukan apa ya..., nggak perlu ditutupi lagi, bahwa memang operasi ini pastinya butuh biaya, sementara biaya operasi untuk Erwin, ditanggulangi oleh rekan-rekan dan bukan rekan Erwin. Saya pun akhirnya menjelaskan kepada pak dokter, bagaimana kami menggalang dana untuk operasi Erwin. Pak dokter sempat terharu atas kondisi ini sambil berujar, “Sudah terpisah belasan tahun, tapi masih peduli dengan rekannya? Hebat kalian!” Alhamdulillah pak dokter, kami masih memiliki rasa persaudaraan. Pak dokter kembali menerangkan, operasi bisa dilakukan di klinik milik salah satu ormas agama yang berada di bilangan Grogol, Jakarta Barat. Memang kalau disitu, hanya sewa tempat dan peralatan saja. Doaku dalam hati, “Semoga tidak sampai Rp 30 juta, ya Allah”.

Okey, akhirnya kami sepakat untuk melanjutkan pengobatan Erwin. Pak dokter pun menjelaskan, bahwa tahap pertama dalam operasi mata kiri Erwin adalah dengan me-laser mata kanan Erwin yang belum separah mata kirinya. Melalui pemeriksaan tadi, pak dokter bilang kalau mata kanan Erwin gejala awal untuk terjadi seperti mata kiri sudah ada, makanya lebih baik mata kanan dilindungi dulu, sebelum terlambat. Laser mata kanan bisa dilakukan di klinik tersebut. Seminggu setelah pemeriksaan ini, bisa dilakukan laser mata Erwin. Setelah laser mata kanan dilakukan, baru di bicarakan lagi untuk operasi mata kirinya. “Kita lihat perkembangan yang mata kanan dulu ya” ujar pak dokter. Siap dok, kita ikuti langkah pak dokter.

Kira-kira selama 30 menit kami berdiskusi dengan dr. Isfahani, Sp.M, akhirnya kami pun harus keluar ruangan. Selain memang karena yang dibahas sudah selesai, ya ada pasien lain yang ngantri lho. Hihihihi, bisa diamuk massa kalau kelamaan ngobrol ngalor ngidul. Oia, kami pun sempat disampaikan beberapa ayat suci Al-Quran oleh dokter yang berusia sekitar 55 tahunan ini, betapa persaudaraan itu sangat penting. Subhanallah ya dok, dirimu sudah pintar, sholeh pula. Thumbs up for you, doc!

Keluar ruangan dokter, saya menyempatkan berdiskusi dengan Erwin, Hadi dan suami saya. Kami duduk di teras klinik. Kesimpulannya, minggu depan setelah pemeriksaan ini, Erwin harus laser mata kanannya terlebih dahulu. Mengenai biaya Rp 30 juta, akan dibicarakan lagi dengan teman-teman. Allah pasti berikan jalan untuk umatnya yang berusaha. Man Jadda wajada, jika kamu bersungguh-sungguh maka akan berhasil dan saya yakin dengan slogan ini. Semangaaaat! Kalau sejauh ini sudah terkumpul Rp 10 juta, masa’ nggak bisa ngumpulin Rp 30 juta sih? Ngamen dimana aja jadi deh, yang penting uang buat operasi Erwin kekumpul.

Selesai diskusi, saya pun menyerahkan uang kepada Hadi untuk biaya pengobatan laser mata Erwin. Ya, semua uang memang saya serahkan ke Hadi, agar Erwin tidak pusing dengan pengaturan uang ini. Biar tinggal bawa badan saja maksudnya. Kalau perlu uang, langsung info kan ke Hadi.  Kami pun kembali pulang ke rumah masing-masing setelah diskusi itu. Lega rasanya, step awal sudah dilakoni, tinggal melanjutkannya.

Nah, cerita part 2 sampai di sini dulu ya. Nanti sambung lagi di part 3, biar bacanya nggak kepanjangan (baca: penulisnya lagi kehabisan tenaga). Nanti di part 3 saya mau share, bagaimana perjuangan rekan-rekan saya untuk ngumpulin dana buat Erwin, seru degh! Nah, sama sekalian saya akan share juga, bagaimana laser mata Erwin. Be right back ya pemirsah...

No comments:

Post a Comment

KURIKULUM SD KINI... JAHARA DEH...

Buat ibu-ibu yang selalu mendampingi anak-anaknya belajar, pasti paham banget kalau materi pelajaran sekarang ini berat sekali. Ehm, apa ja...

Popular Post