5.04.2017

KARTINI KITA di 2017

Sudah masuk bulan Mei, tapi masih aja Kartini-an berasa. Rasanya masih belum bisa move on, karena dimana-mana kemarin masih ada lomba peringatan hari Kartini. Jadilah saya juga mau meninggalkan jejak tentang Kartini di blog saya tercinta ini. Late? Better late than never kan ya, kata orang sih begitu. Setidaknya ikut berpartisipasi dalam tidak melupakan Kartini yang telah berjasa begitu besarnya untuk perempuan di Indonesia ini. Kalau nggak ada Kartini saat itu, belum tentu juga sekarang saya bisa pegang computer begini dan menuliskan apa yang saya mau share.

Semua sudah tau siapa Ibu Kartini. Seorang perempuan yang berasal dari Jepara, sebuah kota di Jawa Tengah dan kini terkenal dengan furnitur (yoi... jati jepara toh...? *wink). Lahir dari keluarga bangsawan, iya karena bapaknya Kartini seorang Bupati daerah sana. Kartini, saat itu mau banget kalau dirinya bisa baca dan menulis. Yah, di zaman itu emang perempuan kodratnya di dapur. Nggak usah bisa baca menulis (dan berhitung mungkin?). Wanita adalah dapur dan begitu juga sebaliknya. Ngebayanginnya udah lumayan mumet saya mah kalau cuma seputar dapur. 

Perempuan sekarang, udah sangat jauh berkembang. Kegiatannya nggak sebatas di dapur. Udah sampai langit kalau bisa dibilang. Perempuan sekarang sudah pegang computer, udah berjibaku dengan lalu lintas, udah bisa bersaing dengan laki-laki dalam pekerjaannya, dan udah bisa jadi apaan aja yang tidak biasa dilakukan oleh seorang wanita, dan sebagaimana lainnya. Perempuan yang sekarang sih ya sudah luar biasa kegiatannya. Bahkan ada juga yang diluar batas. Hahaha, kalau yang ini ai no comment deh ya. Ntar malah dibilang nyinyir. Maap, sekarang si nyinyir lagi naik daun.

Seiring dengan perkembangan waktu dan jaman, Kartini udah beragam macamnya. Kartini dari waktu ke waktu menyesuaikan dengan kemajuan jamannya. Di tahun 70an - saya mah belum lahir - mungkin Kartini saat itu adalah Kartini yang bisa baca tulis saja sudah cukup. Di tahun 80an - nah ini saya baru lahir - mungkin Kartini saat itu adalah perempuan yang bisa sekolah tinggi. Di tahun 90an - nah saya baru mulai hidup - Kartini di jaman ini mungkin adalah perempuan yang sudah bisa nyupir, ngajar, dan berkarir. Semakin kesini, perempuan semakin berkarya dengan bebas.


Setiap orang pasti punya Kartini versinya masing-masing, ya... Siapa Kartini versi saya?

Yah kalau ini sih udah pasti nggak perlu ditanyakan lagi. Kartini saya udah pasti ya ibu saya sendiri. Ibu saya ini, luar biasa (buat saya). Lahir di sebuah kota Kalimantan Barat, setelah tamat SMA-nya udah langsung melanglang buana untuk kuliah di sebuah perguruan tinggi terkenal di Bandung. Tahun 65-an, anak perempuan tanpa saudara bisa merantau itu luar biasa menurut saya. Saya sendiri aja sampai sebelum nikah nggak pernah jauh dari orang tua. Lah si ibu saya ini, udah anak perempuan, jauh dari orang tua, tanpa saudara, siap menunggu kiriman wesel tiap bulan. Joss... 

Kebayang lagi, setelah lulus dari kuliah di Bandung, lanjut nikah sama si bapak baik hati dan langsung pula melanglang buana ke negeri jiran. Baru nikah, jauh dari orang tua, hidup di negeri orang beda budaya dan beda kultur, sering ditinggal suami dinas, baru nikah, adouh... sanggup sanggup aja. Kalau nggak modal keberanian dan kecerdasan yang luar biasa, kayaknya mah ini bakalan berat ya. Hahahaaa, asli dah buat saya yang cemen ini pasti mewek mulu kali ya. Lah si suami dinas 3 hari luar kota aja dah babibubebo...

Tapi nih ya, selain ibu saya sendiri, saya juga punya lho, "Kartini" lain yang saya idolakan. Seperti adalah ibu dosen tercinta saya yang sukses di pendidikan, karir dan rumah tangga. Ini awesome banget menurut saya. Kartini lainnya adalah ibu Susi Menteri Kelautan. Udahlah jangan ditanya mengapa saya mengidolakan dirinya. Semua orang juga tau gimana bu Susi. Terus ada juga nih, Kartini berikutnya, yaitu seorang selebritis yang hidupnya anteng adem dan ayem. Rumah tangganya jauh dari hossip dan karirnya juga bagus. Kartini versi dirimu, siapakah...?


2017 dan saatnya saya mencetak Kartini...

Bersyukurlah saya ini, di tahun 2017, saatnya saya mencetak seorang Kartini versi baru. Iya, anak perempuan saya dan suami ini, semakin membesar. Saatnya untuk mendidik dirinya agar menjadi wanita yang pintar, tangguh, cerdas, tapi juga rendah hati. Ini hal yang tidak mudah pastinya. Saya sendiri perlu banyak belajar dan belajar untuk menjadi orang tua, mencetak Kartini yang baru lagi. Tapi walau bagaimana juga, yang namanya belajar emang nggak mudah. Ada sebuah kegagalan untuk menjadi pengalam agar kita tahu dimana kekurangan kita. Bener nggak?

Kartini tahun 2017 ini, Nareswari berusaha setidaknya untuk berani tampil di depan umum orang banyak. Orang-orang yang tidak dikenalnya sama sekali. Iya, kemarin dia ikut parade busana daerah di salah sebuah mall di area Jakarta Barat. Menang nggak? Hahahaha... bisa maju tampil aja sudah bersyukur. Buat saya, dia mau maju itu udah jadi juara. Nggak semua anak berani tampil di depan umum, orang banyak dan tidak dikenal. Kalau kata bapaknya anak-anak, yang penting itu prosesnya kok. Menang adalah bonus. So true lah ya...

Anak dan Ibu
In stage... berani maju...
Selesai manggung ceritanya...

Teruslah belajar Nareswari-ku..., belajar menjadi seorang perempuan yang berguna baik banyak orang dan rendah hati. Doa bapak dan ibu selalu menyertai buat Nareswari...


No comments:

Post a Comment

KURIKULUM SD KINI... JAHARA DEH...

Buat ibu-ibu yang selalu mendampingi anak-anaknya belajar, pasti paham banget kalau materi pelajaran sekarang ini berat sekali. Ehm, apa ja...

Popular Post