Ini emang bukan ranah saya sebenarnya, tapi kalau nggak numpahin rasanya belum puas, karena saya pun sebenernya terlibat dalam hal ini. Bukan sebagai korban (dan in shaa Allah jangan sampai), tapi kan anak-anak saya diimunisasi juga.
Udah ramai-ramai dari sebelum lebaran tentang vaksin palsu ini, dan sampai saat ini di menjelang akhir Juli 2016 masih ramai pembicaraannya. Emang harus ramai sih menurut saya. Ini satu hal yang harus dituntaskan karena bukan masalah yang sederhana dan semudah itu melupakannya. Ini terkait dengan kehidupan orang banyak, apalagi urusan dengan nyawa. Emang gila dasar ya..., kok ada yang tega mencari uang dengan cara yang teramat sangat merugikan orang lain.
Katanya, permulaan vaksin palsu ini dilakukan tahun 2003. Sudah 13 berarti hingga saat ini, mereka mengedarkan vaksin palsu itu. Coba aja dalam kurun rentang waktu 13 tahun itu, berapa anak kecil yang sudah menjadi korbannya. Berapa nyawa yang sudah dia permainkan? Berapa badan yang sudah dia rusak? Kok nggak pakai mikir ya itu orang? Terbuat dari apakah hatinya sampai demikian sampai hati-nya...
Konon katanya jenis vaksin yang dipalsukan juga termasuk vaksin yang wajib dari pemerintah, BCG, Polio, DPT, Hep B, Campak. Wowww banget ya? Ini mengerikan sekali buat saya. Sampai yang vaksin wajib pun dipalsukan. Coba itu gimana? Nah yang banyak pangsa pasarnya juga tuh yang kena palsu, vaksin HIB yang barengan sama DPT dan Polio. Secara ini vaksin cukup mahal untuk yang nggak pakai demam (kemungkinan demam-nya tipis).
Pediacel, vaksin kombinasi untuk diphteri, tetanus, pertussis, polio dan Hib (haemophillus influenza) itu sekali suntiknya, harganya Rp 875,000 lho... kan mahal banget kan ya, belum termasuk jasa konsultasi dokter lho yang totalnya bisa mencapai diatas Rp 1.000.000. Sementara pemberian vaksinnya nggak cuma sekali lho. Kebayang kan ya, berapa uang yang sudah dikeluarkan, tapi dapetnya apa? Zonk doang? Ampuuuun...
Kemarin sempat ada pembicaraan antara lawyer RS yang membeli vaksin palsu dengan BPOM dan perwakilan konsumen. Intinya, RS nggak tau kalau yang dibeli itu vaksin palsu. Jadi, sebenernya pun RS adalah korban. Sementara waktu itu memang sempat beberapa waktu, vaksin itu pada kosong dan langka. Jadi, katanya mumpung ada yang nawarin, makanya RS tersebut ngambil vaksinnya. Nawarinnya sih katanya lewat apoteker-nya.
Sebenernya sih, yang gw bingungin itu... kenapa pihak procurement Rumah Sakit yang terima vaksin palsu itu nggak cross-check ya ke pihak produsen asli-nya. Ibarat kata, minta surat keterangan bahwa memang si PT yang ngiderin vaksin itu benar adanya perpanjangan tangan dari si produsen. Kan bisa minta keterangan dari produsen, kalau si PT itu bener ambil vaksinnya dari pabrik itu. Nggak bisakah demikian dibuatnya? Aiyh entahlah, saya mah apah atuh cuma bisa nganga aja liat bocah dikasih vaksin palsu.
Walaupun nih ya, katanya pemerintah menyediakan untuk divaksin ulang buat anak-anak yang menjadi korban vaksin palsu, tapi apakah semudah itu jalan keluarnya? Gimana nasib anak-anak yang badannya udah kemasukan zat enatah apaan tau itu? Trus kan imunisasi itu ada masanya kan, misalanya anak umur sekian yang bagusnya divaksin apa. Lah kalo udah kewat, gimana? Apakah masih berlaku? Masih bisa bereaksi kah badannya? Nggak ngerti deh...
Dah lah akh, tulisan ini dibuat cuma karena mau numpahin uneg-uneg dari dalam hati aja kok, karena udah nggak tahan, udah geram, udah sampe ubun-ubun deh tuh geramnya. Dimana letak hati nurani itu orang ya, segitu teganya sama anak kecil pula...
Vaksin Palsu (gambar nyomot dari sini) |
Udah ramai-ramai dari sebelum lebaran tentang vaksin palsu ini, dan sampai saat ini di menjelang akhir Juli 2016 masih ramai pembicaraannya. Emang harus ramai sih menurut saya. Ini satu hal yang harus dituntaskan karena bukan masalah yang sederhana dan semudah itu melupakannya. Ini terkait dengan kehidupan orang banyak, apalagi urusan dengan nyawa. Emang gila dasar ya..., kok ada yang tega mencari uang dengan cara yang teramat sangat merugikan orang lain.
Katanya, permulaan vaksin palsu ini dilakukan tahun 2003. Sudah 13 berarti hingga saat ini, mereka mengedarkan vaksin palsu itu. Coba aja dalam kurun rentang waktu 13 tahun itu, berapa anak kecil yang sudah menjadi korbannya. Berapa nyawa yang sudah dia permainkan? Berapa badan yang sudah dia rusak? Kok nggak pakai mikir ya itu orang? Terbuat dari apakah hatinya sampai demikian sampai hati-nya...
Konon katanya jenis vaksin yang dipalsukan juga termasuk vaksin yang wajib dari pemerintah, BCG, Polio, DPT, Hep B, Campak. Wowww banget ya? Ini mengerikan sekali buat saya. Sampai yang vaksin wajib pun dipalsukan. Coba itu gimana? Nah yang banyak pangsa pasarnya juga tuh yang kena palsu, vaksin HIB yang barengan sama DPT dan Polio. Secara ini vaksin cukup mahal untuk yang nggak pakai demam (kemungkinan demam-nya tipis).
Pediacel, vaksin kombinasi untuk diphteri, tetanus, pertussis, polio dan Hib (haemophillus influenza) itu sekali suntiknya, harganya Rp 875,000 lho... kan mahal banget kan ya, belum termasuk jasa konsultasi dokter lho yang totalnya bisa mencapai diatas Rp 1.000.000. Sementara pemberian vaksinnya nggak cuma sekali lho. Kebayang kan ya, berapa uang yang sudah dikeluarkan, tapi dapetnya apa? Zonk doang? Ampuuuun...
Kemarin sempat ada pembicaraan antara lawyer RS yang membeli vaksin palsu dengan BPOM dan perwakilan konsumen. Intinya, RS nggak tau kalau yang dibeli itu vaksin palsu. Jadi, sebenernya pun RS adalah korban. Sementara waktu itu memang sempat beberapa waktu, vaksin itu pada kosong dan langka. Jadi, katanya mumpung ada yang nawarin, makanya RS tersebut ngambil vaksinnya. Nawarinnya sih katanya lewat apoteker-nya.
Sebenernya sih, yang gw bingungin itu... kenapa pihak procurement Rumah Sakit yang terima vaksin palsu itu nggak cross-check ya ke pihak produsen asli-nya. Ibarat kata, minta surat keterangan bahwa memang si PT yang ngiderin vaksin itu benar adanya perpanjangan tangan dari si produsen. Kan bisa minta keterangan dari produsen, kalau si PT itu bener ambil vaksinnya dari pabrik itu. Nggak bisakah demikian dibuatnya? Aiyh entahlah, saya mah apah atuh cuma bisa nganga aja liat bocah dikasih vaksin palsu.
Walaupun nih ya, katanya pemerintah menyediakan untuk divaksin ulang buat anak-anak yang menjadi korban vaksin palsu, tapi apakah semudah itu jalan keluarnya? Gimana nasib anak-anak yang badannya udah kemasukan zat enatah apaan tau itu? Trus kan imunisasi itu ada masanya kan, misalanya anak umur sekian yang bagusnya divaksin apa. Lah kalo udah kewat, gimana? Apakah masih berlaku? Masih bisa bereaksi kah badannya? Nggak ngerti deh...
Dah lah akh, tulisan ini dibuat cuma karena mau numpahin uneg-uneg dari dalam hati aja kok, karena udah nggak tahan, udah geram, udah sampe ubun-ubun deh tuh geramnya. Dimana letak hati nurani itu orang ya, segitu teganya sama anak kecil pula...
No comments:
Post a Comment